Karaoke Ilegal Harus Ditutup, DPRD Grobogan Minta APH Dilibatkan

GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Grobogan menegaskan bahwa penertiban karaoke atau tempat usaha yang tidak sesuai dengan regulasi harus dilakukan pihak berwenang yaitu Aparat Penegak Hukum (APH) dan bukan sembarang orang maupun instansi. Hal tersebut berpatokan pada kejadian penutupan salah satu karaoke ilegal atau yang tidak memiliki izin di Kabupaten Grobogan yang dilakukan oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) secara sepihak, beberapa waktu lalu.

Penertiban karaoke yang tidak memiliki izin ini diusulkan masuk pada pembahasan Pansus I. Anggota Komisi C DPRD Grobogan, Wasono Nugroho, mengaku kecewa dengan tingkah oknum ASN bukan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melakukan penutupan karaoke secara sepihak.

“Meski pihaknya membawa surat penutupan karaoke dan berkas yang dibawa lengkap, pihaknya tidak berwenang melakukan itu,” ungkapnya saat rapat panitia khusus (Pansus) I di ruang Paripurna DPRD Grobogan, pada Rabu, 24 Mei 2023, yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat atas hasil fasilitasi Gubernur Jawa Tengah.

Soni panggilan akrab Wasono Nugroho menjelaskan, di Kabupaten Grobogan hanya ada beberapa PPNS saja dan tidak semua pihak berhak melakukan penutupan karaoke. Satpol PP pun, menurutnya juga tidak berhak melakukan penutupan karaoke sendiri meski mendapatkan surat penutupan tempat itu.

“Harus ada pejabat PPNS saat melakukan penutupan karaoke. Ketika tidak ada PPNS, harusnya melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini kepolisian,” tegasnya.

Oknum yang bersangkutan, lanjut Soni, beberapa hari yang lalu membawa surat penutupan Karaoke Queen (karaoke yang tidak memiliki izin) dan sudah ditutup saat ini. Ia mendapat kabar bahwa ada satu oknum ASN menutup karaoke tanpa izin secara sepihak.

“Kita setuju, kalau karaoke yang tidak berizin ditertibkan. Tetapi harus prosedural sesuai regulasi yang berlaku dan yang menertibkan harus petugas yang berwenang,” tegasnya.

Melalui rapat Pansus I ini, ia merekomendasikan agar ada penertiban semua karaoke yang tidak berizin.

“Alhamdulillah, semua peserta rapat Pansus yang hadir menyetujui hal itu,” ucapnya.

Menurut informasi yang didapat Soni, hanya ada 8 karaoke yang memiliki izin di Kabupaten Grobogan. Sedangkan untuk yang tidak memiliki izin, belum bisa dideteksi karena jumlahnya belum bisa di data secara detail.

“Tentunya tempat karaoke yang berizin adalah yang satu lokasi dengan hotel, karena karaoke tersebut merupakan fasilitas hotel,” tuturnya .

Tetapi, menurutnya, untuk tempat karaoke yang tidak jadi satu dengan hotel seperti yang ada di sepanjang Jalan Grobogan menuju Solo, Grobogan menuju Semarang dan lainnya bisa dipastikan tidak memiliki izin dan harus segera ditertibkan.

Sebagai informasi Peraturan Bupati Grobogan Nomor 3 Tahun 2020 berdasarkan perubahan dari Perbup Grobogan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Karaoke pada Pasal 17 menjelaskan:

1. Usaha karaoke hanya dapat dilaksanakan di Kawasan perkotaan di Kecamatan Purwodadi dan Kawasan Perkotaan Ibukota  Kecamatan sesuai dengan pertimbangan teknis dari perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.

2. Tempat penyelenggaraan karaoke harus pada bangunan gedung yang memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sesuai peruntukannya.

3. MB Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib atas nama pengusaha karaoke sendiri.

4. Tempat penyelenggaraan karaoke wajib dipasangi papan nama dan/atau papan penunjuk usaha di bagian depan bangunan yang jelas dan mudah dibaca dengan mencantumkan nomor TDUP dan menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa asing yang baik dan benar. 5. Pemasangan papan nama dan atau papan petunjuk usaha sebagaimana dimaksud ayat (4) dikenakan pajak reklame sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tidak hanya itu, pada regulasi tersebut juga menjelaskan bahwa pengusaha karaoke harus memiliki ratifikasi usaha serta kriteria lokasi paling sedikit berjarak 200 meter dari tempat ibadah, pendidikan, dan fasilitas umum berdasarkan rekomendasi dari Dinporabudpar. (Lingkar Network | Ibnu Muntaha – Koran Lingkar)

Similar Posts