Diduga Serobot Tanah 1,7 Hektare, Pemdes Karangasem Grobogan Digugat Warganya Sendiri

GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Pemerintah Desa (Pemdes) Karangasem, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, digugat empat orang warganya sendiri lantaran diduga menyerobot tanah seluas 1,7 hektare.

Dalam hal ini, penggugat adalah Karmin, Kasno, Siem, dan Parju. Siem adalah perempuan, tiga lainnya laki-laki. Mereka adalah anak-anak dari Kasman, pemilik tanah yang diduga diserobot Pemdes Karangasem.

Lebih lanjut, gugatan para warga itu dilayangkan di Pengadilan Negeri Purwodadi melalui Kantor Pengacara Abdurrahman & Co yang diketahui berkantor di Kota Semarang.

Semetara itu, kuasa hukum penggugat, M. Amal Lutfiansyah, mengatakan kliennya adalah ahli waris dari Kasman yang sudah meninggal tahun 1965. Objek tanahnya beralamat di Dusun Sarip, Desa Karangasem, Kabupaten Grobogan.

Dalam hal ini, ia menerangkan kliennya mengetahui tanah milik ayahnya diduga telah diserobot pada tahun 2022 lalu.

“Ketika itu ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Mereka kemudian mendatangi pemerintah desa untuk menanyakan tanah ayahnya itu,” jelasnya pada Senin, 27 Mei 2024.

Namun, sambung Kuasa Hukum penggugat, oleh pemerintah desa setempat disebutkan tanah itu sudah disertifikasi atas nama Pemerintah Desa Karangasem pada tahun 1970.

“Mereka (Pemerintah Desa Karangasem) mengklaim telah membeli pada tahun 1970, padahal yang punya tanah (almarhum Kasman) telah meninggal tahun 1965,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Pemdes Karangasem sendiri tidak tahu dasar pembeliannya dan peralihannya apa, tiba-tiba sertifikat itu atas nama pemerintah desa.

“Kami menduga ada penyalahgunaan kewenangan pemerintah desa, sewenang-wenang ambil alih tanah warga yang tidak ada dasarnya, yang merugikan klien kami yang notabene warga tidak mampu,” sambungnya.

Pada perkara yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Purwodadi, sambung Lutfi, dari pihak BPN setempat menyatakan tidak ada peralihan atas tanah tersebut. Artinya, memang tidak ada pembelian yang sah oleh Pemerintah Desa Karangasem dari warga.

“Saat ini, tanah tersebut di atasnya sudah berdiri beberapa bangunan, di antaranya SD negeri, kolam renang, hingga sumber mata air yang diolah untuk air minum,” katanya.

Lebih lanjut, Lutfi menyebut kliennya hanya meminta sisa tanah dari yang sudah didirikan bangunan itu, untuk yang fasilitas umum kliennya sudah mengikhlaskan. Sebab, menurut Lutfi, kliennya saat ini tidak punya rumah dan ingin membangun tempat tinggal di tanah milik mereka sendiri.

Selain itu, Lutfi juga menyoroti program PTSL dari pemerintah. Dia berharap program tersebut tetap memperhatikan prosedur yang ada, tidak hanya sebatas penyertifikatan, namun ada hak-hak orang lain yang dikorbankan.

Sementara itu, Kepala Desa Karangasem Kanto, menyebutkan keberadaan lahan tersebut atas nama Pemerintah Desa Karangasem sudah ada sejak tahun 1970. Pihaknya, hanya menjadikan sertifikat atas berkas Letter C (surat kepemilikan tanah) atas nama Desa Karangasem, bukan kepentingan pribadi.

“Pemerintah desa tetap mempertahankan aset desa. Karena setahu saya di Letter C lahan tersebut sudah atas nama pemdes,” terangnya.

Atas dasar itu, Kanto mengaku tidak berani mengambil keputusan sepihak. Namun, jika dari pengadilan memutuskan lahan tersebut milik warga, ia mempersilakan penggugat untuk menggunakannya kembali. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Lingkarjateng.id)

Similar Posts